Jenjang Jenjang Ranjang
It is a harsh world,isn't it?
Jadi sekarang sedang hujan,saat tepat tuk mampir kemari berteduh. Jangan sungkan dan ragu,kan kusuguhkan teh manis untuk mu. Seruput yang ringan dulu saja,kalau kau seruput kopi,semalaman kau malah terjaga. Tapi seperti kata si gadis di gambar,dunia ini memang kasar. Jadi teh pun bisa jadi hambar. Yang manis bisa berujung miris.
Jenjang Jenjang Ranjang
Aku yang baru lancar baca-baca tulisan.
Senang benar lihat senyum ompong si Mayang.
Berani saja kubawakan coklat tuk ia makan.
Sebagai tanda aku menyukainya.
Tentu dengan senang coklat disantap si Mayang.
Lalu waktu jauh melayang.
Pergi sekolah sudah boleh berkendaraan.
Makin lama makin aku dimabuk kepayang.
Aduhai makin cantik saja si Mayang.
Tiap malam bertukar pesan.
Tak lupa juga sering kuajak ia makan di angkringan.
Sebagai bukti jikalau aku sayang.
Jelaslah si Mayang balas pula dengan imbang.
Jarum waktu tetap berlenggang.
Jarum waktu tetap berlenggang.
Berpuluh bulan lewat saling berpegang.
Mayang genggam tanganku,kurangkul tubuhnya.
Gila memang aku makin gila padanya.
Cantik bukan lagi hitungan.
Lebih dari itu,buahnya sudah matang.
Sayang kalau tak dicoba,baiknya dipanen saja,bukan?
Sebagai wujud cinta kasihku tuk si Mayang.
Kuajak saja dia ke ranjang.
Awalnya dia ketakutan dan tegang.
Soal meyakinkan aku sudah Maha.
Jadilah ia bertelanjang di ranjang.
Ranjangnya ribut goyang-goyang.
Dari siang kini sudah petang.
Kalau ayah tiba kepalaku bisa hilang.
Kalau ayah tiba kepalaku bisa hilang.
Buru-buru kusuruh Mayang pulang.
Ujungnya aku girang,Mayang malang.
...
...
Selamat tinggal,Mayang.
Benar kan?
Teh dirumah ini memang hambar.
Hujan kini sudah reda. Kau masih mau berteduh atau berangkat?
Baiklah terserah. Tapi jangan lupa bilang anakmu,jangan mau kalau dikasih coklat.
Bosan nanti kalau berpuisi selalu cerita si Mayang.
Sampai nanti,orang asing.
Comments
Post a Comment